Oleh: Ajeng Kania
ADA SEBUAH PERTANYAAN, mengapa Chris John (petinju), Bambang Pamungkas (pesepakbola), Najwa Shihab (presenter), Luna Maya (aktris), Mario Teguh (motivator), atau Aming Extravaganza (komedian) bisa sukses dan eksis di bidang berbeda?
Pada umumnya orang tua atau guru memandang bahwa kepintaran seorang siswa diukur oleh kemampuan akademik, terutama penguasaan bidang eksakta. Tak heran, siswa yang tak cakap mata pelajaran ini acapkali tersisihkan. Mereka dianggap tidak cerdas dan sering menerima predikat bodoh. Padahal bila diresapi, Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk paling sempurna (QS:At-Tiin; 4)). Begitu pun Allah SWT menciptakan manusia dalam perbedaan baik golongan suku dan bangsa (QS Al Hujuraat: 13).
Hal ini mengisyaratkan bahwa sebagai makhluk sempurna, manusia dilahirkan sekaligus dianugrahi kecerdasan dan bakat berbeda-beda sebagai bekal hidupnya. Lingkungan dan sentuhan sekelilingnya akan memoles sehingga bakat itu dapat terkelola menjadi investasi menguntungkan dirinya atau tidak.
Pakar psikologi, Howard Gardner dalam buku terkenalnya, Frime of Mind, memaparkan pandangannya tentang kecerdasan berganda (multiple-intelligence) yang revolusioner. Gardner menolak terhadap pandangan mengenai IQ (intelligence quotient) yang sejak awal abad ke-20 dipakai sebagai satu-satunya alat ukur kecerdasan monolitik.
Kesalahan terbesar tes IQ adalah menyamakan logika dengan kecerdasan keseluruhan, padahal logika hanyalah salah satu bentuk pemikiran. Menurutnya, paling tidak ada tujuh sprektrum kecerdasan utama membekali seseorang untuk meraih sukses, yaitu : kecerdasan linguistik, visual-spasial, matematika-logika, musik, kinestetis, interpersonal dan intrapersonal.
Kecerdasan diyakini sebagai dasar dan kunci seseorang untuk mencapai kesuksesan kelak. Bolehlah warna baju sekolah mereka seragam, tetapi para siswa tak ubahnya bibit-bibit bunga memiliki pesona harum wangi, warna, bentuk dan keeksotikan tersendiri.
Keragaman ini dicerminkan oleh minat dan hobi sebagai representasi bakat dimilikinya. Ada siswa memiliki suara bagus dan senang menyanyi. Ada yang cakap memimpin (leadership) kerap dijadikan ketua kelas. Ada siswa hobi menulis, dibuktikan oleh paparan bahasa ceritanya mengalir, jernih, enak dibaca dan hidup. Ada yang pandai berorasi, melukis, berpetualang, olahraga, dsb. Bakat dimiliki para siswa, sesungguhnya anugrah Allah SWT untuk dikelola sehingga melahirkan sumberdaya manusia unggul dan ahli di bidangnya.
Kejelian dalam mengidentifikasi, memetakan, dan mengelola talenta ini bakal menguntungkan sebagai investasi masa depan. Kita bisa berkaca pada peristiwa peluncuran pesawat ruang angkasa Soviet, Sputnik (1957) seolah menjadi cambuk bagi pemerintah AS.
Merasa kalah langkah, Presiden AS, John F. Kennedy segera memerintahkan penjaringan dan penelurusan anak berbakat secara besar-besaran di seluruh negeri AS melalui program nasional dikenal talent scouting. Siswa-siswa berbakat direkrut, difasilitasi, dan dikembangkan sesuai talentanya. Melalui program itu, dunia dibuat takjub, hanya dalam rentang waktu dua belas tahun AS mampu menyalip Soviet melalui pendaratan manusia pertama di bulan, yaitu tahun 1969.
Banyaknya peserta didik kita melewatkan potensi bakatnya karena tidak tersalurkan sehingga ditelan oleh umur, jelas amat merugikan. Dengan pelayanan memadai, muncul potensi-potensi luar biasa melahirkan mahakarya sebuah keniscayaan. Oleh sebab itu, makin awal identifikasi bakat memberikan hasil semakin baik, karena besar kemungkinan anak mendapat bimbingan yang tepat.
Di samping itu untuk menghindari salah perlakuan serta efesiensi dari penghamburan waktu, tenaga atau biaya. Sebenarnya, orang tua dapat mendeteksi keberbakatan anaknya dengan membuat catatan perkembangan anak. Mereka dapat mengamati aspek motorik, bahasa, emosi, mental, kreativitas, intelegensi umum (daya tangkap, abstraksi), interes khusus dan kemampuan menonjol lainnya (menggambar, musik, dsb) sejak belia.
Ketika memasuki usia sekolah, guru memiliki kesempatan lebih banyak untuk mengamati dan mengidentifikasi anak-anak berbakat. Hal itu dilakukan melalui observasi sehari-hari, baik spontanitas maupun secara sistematis melalui kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler.
Setiap sekolah seyogianya dilengkapi buku khusus mengenai data anak berbakat meliputi informasi: (a) riwayat hidup; (b) keadaan kesehatan; (c) kepribadian (tanggung jawab, emosional, kehidupan religius, dsb); (d) kapasitas intelektual (bahasa, berpikir kritis, daya tangkap, analisa, dsb); (e) prestasi akademik; (f) bakat khusus dan prestasi non-akademik; (e) hobi.
Agar proses identifikasi ini lebih objektif dan akurat, identifikasi ini diteruskan dengan tes psikologis standar seperti: tes intelegensi, tes kreativitas dan tes personaliti. Tentu tes ini harus dilakukan bersama psikolog sehingga interpretasinya dipertanggungjawabkan.
Untuk memupuk bakat itu, diperlukan ruang beraktualisasi memadai untuk tumbuh-kembang. Sekolah dapat memberi sarana berlatih bagi siswa dengan menyediakan fasilitas unit kegiatan ekstrakurikuler, dana, atau instruktur. Termasuk ruang beraktualisasi lebih bergengsi, seperti: kompetisi olahraga antar-kelas, Pentas Seni, Lomba Mengarang dan Puisi, dsb. Even ini sangat baik untuk memotivasi, mengukur prestasi, bahan evaluasi, dan memperkaya pengalaman serta membentuk mental siswa tampil di ruang publik.
Sedangkan, orang tua dapat mengakomodasi bakat anaknya dengan memasukkannya ke sanggar, klub, atau privat secara khusus. Melalui pembinaan dan pelayanan terprogram didukung dengan sarana dan metode memadai, serta instruktur profesional memungkinkan bakat berkembang optimal.
Kerja keras dan latihan panjang akan mengasah bakat siswa semakin cemerlang. Seperti Chrisjon dan kawan-kawan, mereka adalah orang-orang yang mampu mengelola dan memanfaatkan bakatnya pada tempat yang sesuai sehingga memberi makna bagi hidupnya.
Bukan saja membuat dirinya terkenal, tapi mengangkat citra harum daerah dan bangsanya. (**)
Penulis,
Guru SDN Cibiru 5 Kota Bandung
BEWARA REUNI ALUMNI PGSD KAMPUS CIBIRU ANGKATAN 1996
13 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar